Senin, 07 Mei 2018

Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 tujuan, latar belakang, tindak lanjut, dan dampaknya

Gejolak kehidupan tak henti-hentinya menimpa bangsa Indonesia. Setelah berakhirnya masa demokrasi liberal yang banyak menimbulkan pergolakan dan perpecahan di berbagai daerah, bangsa Indonesia harus diuji lagi dengan masalah-masalah baru, terutama dalam percaturan politik. Bangsa Indonesia harus bekerja keras untuk megembalikan keseimbangan dan stabilitas politik yang buruk pada era 1955 - 1959. Namun hal itu tidak menutup kemungkinan akan terjadi penyimpangan kembali karena pada saat itu perbedaan faham menjadi hal yang wajar.

Pada era tersebut, Bangsa Indonesia memulai kiatnya di bidang politik dengan dilaksanakannya pemilu pada tahun 1955 sebagai antisipasi dan upaya pemerintah dalam mengembalikan keseimbangan politik di Indonesia. Namun hasil dari pemilu tahun 1955 tersebut ternyata tidak mampu memecahkan stabilitas politik seperti yang diharapkan. Bahkan muncul perpecahan antara pemerintah pusat dengan beberapa daerah. Hal ini membuat pemerintah berinisiatif untuk membentuk badan yang dinilai mampu membuat UUD baru sebagai pengganti UUD 1950.

Dengan memperhatikan beberapa pertimbangan dari berbagai pihak, kemudian pemerintah membentuk sebuah badan yang disebut badan Konstituante. Selanjutnya pemerintah merekrut anggota Konstituante dari kelompok-kelompok hasil pemilu tahun 1955.

Anggota konstituante yang terbentuk dari pemilu tahun 1955 ini terbagi dalam tiga kelompok, yaitu :
  1. Kelompok Islam (Nahdatul Ulama dan Masyumi)
  2. Kelompok Nasionalis  Indonesia (PNI)
  3. Kelompok Komunis Indonesia (PKI)
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Setelah terbentuknya Konstituante, permasalahan malah mucul lebih banyak lagi. Banyak timbul konflik dan perdebatan diantara anggota-anggotanya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan pikiran dan faham yang membuat Konstituante tidak berjalan sesuai yang diharapkan. Pada akhirnya Konstituante sulit mencapai mufakat dalam penyusunan UUD baru untuk menggantikan UUD sementara (UUD 1950). Sangat disayangkan dan ternyata dugaan pemerintah benar, Konstituante gagal menghasilkan UUD baru pengganti UUD 1950.

Sebagai akibatnya, pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden soekarno mengeluarkan sebuah Dekrit guna mengatasi masalah-masalah tersebut. Dekrit tersebut dikenal dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang isinya :
  1. Pembubaran Konstituante.
  2. Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
  3. Akan dibentuk MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) dan DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara).
Berikut ini adalah naskah Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Naskah Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Tujuan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Presiden yang pada saat itu adalah Ir. Soekarno mengeluarkan Dekrit tersebut bertujuan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Selain itu, keluarnya Dekrit Presiden tahun 1959 menandai berakhirnya masa Demokrasi Liberal dan dimulainya masa Demokrasi Terpimpin.

Latar belakang dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
  1. UUD Sementara (UUD 1950) dianggap tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia karena menganut faham Demokrasi Liberal.
  2. Kegagalan Konstituante membentuk UUD baru untuk menggantikan UUD 1950
  3. Stabilitas politik nasional semakin tidak terkendali akibat hasil dari Pemilu 1955 yang bahkan menimbulkan konflik antar partai.
  4. Banyaknya partai politik yang menghalalkan segala cara demi mencapai kejayaan dan tujuannya masing-masing.
Suasana pembacaan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 oleh Presiden Soekarno
Tindak lanjut Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Setelah keluarnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, pemerintah mengambil tindak lanjut dengan mengeluarkan beberapa keputusan, antara lain :

a. Pembentukan Kabinet Kerja yang mempunyai Tri Program, yaitu :
  1. Menyediakan dan melengkapi kebutuhan sandang dan papan rakyat.
  2. Menyelenggarakan keamanan bagi rakyat dan negara.
  3. Melanjutkan perjuangan menentang imperialisme dan berusaha merebut kembali Irian Barat.
b. Penetapan DPR hasil pemilu 1955 secara resmi menjadi DPR pada 23 Juli 1959.

c. Pembentukan MPRS,  DPAS, BPK, dan MA.
  1. MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara) bertugas untuk menetapkan GBHN (Garis Besar Haluan Negara).
  2. DPAS (Dewan Pertimbangan Agung Sementara) bertugas untuk memberi nasihat dan pertimbangan kepada Presiden.
  3. BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) bertugas untuk memeriksa penggunaan uang negara oleh pemerintah.
  4. Sementara MA (Makhamah Agung) berperan sebagai lembaga tinggi negara.
d. Pembentukan DPR-GR

DPR hasil  pemilu 1955 dibubarkan oleh Presiden pada tahun 1960, disebabkan karena DPR menolak RAPBN yang diajukan pemerintah. Sebagai gantinya, Presiden membentuk DPR baru yang disebut DPR Gotong Royong pada 24 Juni 1960. Anggota DPR-GR terdiri dari wakil-wakil Partai Politik yang ditunjuk oleh Presiden Soekarno.

e. Pembentukan Dewan Perancang Nasional (Depernas) dan Front Nasional

Depernas merupakan lembaga yang bertugas menyusun rancangan pembangunan semesta yang berpola delapan tahun. Sedangkan Front Nasional bertugas untuk mengerahkan masa dalam melaksanakan pembangunan semesta.

f. Penetapan GBHN (Garis Besar Haluan Negara)

Manifesto Pollitik merupakan sebutan pidato Presiden Soekarno dalam peringatan hari kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1959. Pidato tersebut awalnya bertajuk “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. Dalam sidang DPAS tanggal 23 - 25 September 1959 diusulkan agar Manipol ditetapkan sebagai GBHN. Manipol tersebut mencakup USDEK yang terdiri dari :
  1. UUD 1945
  2. Sosialisme Indonesia
  3. Demokrasi Terpimpin
  4. Ekonomi Terpimpin
  5. Kepribadian Indonesia
Dalam Tap MPRS itu juga diputuskan bahwa pidato Presiden yaitu “Jalannya Revolusi Kita” dan “To Build the World a New” dijadikan pedoman pelaksanaan Manifesto Politik.

Dampak lahirnya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
  1. Terbentuknya lembaga-lembaga baru yang sesuai dengan tuntutan UUD 1945 yaitu MPRS dan DPAS.
  2. Bangsa Indonesia terhindar dari konflik yang berkepanjangan yang sangat membahayakan persatuan dan kesatuan banga.
  3. Kekuatan militer semakin aktif dan memegang peranan penting dalam percaturan politik di Indonesia.
  4. Presiden Soekarno menerapkan sistem Demokrasi Terpimpin.
  5. Memberi kemantapan kekuasaan yang besar kepada Presiden, MPR, maupun lembaga tinggi negara lainnya.
  6. Bangsa Indonesia terbebas dari perpecahan dan krisis politik yang panjang.


EmoticonEmoticon