A.
Sejarah Serat Tripama
Serat tripama merupakan sebuah karya sastra dalam kebudayaan Jawa yang berwujud tembang macapat dhandanggula yang berjumlah tujuh bait. Serat tripama muncul pertama kali pada zaman Mangkunegaran, yaitu diciptakan oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara IV (KGPAA Mangkunegara IV) di Surakarta.Serat tripama ini diterbitkan pertama kali dalam kumpulan ciptaan Mangkunegara IV, jilid III (tahun 1927).
Serat tripama antara lain berisi tentang bab-bab tentang kepahlawanan, lebih tepatnya keprajuritan. Nah, serat tripama ini menjelaskan bab tersebut dengan mengambil
tiga kisah dari tokoh dalam cerita pewayangan, yaitu Patih Suwanda, Kumbakarna, dan
Basukarna. Serat tripama itu sendiri ditulis sekitar tahun 1860 dan dijadikan
panutan serta sumber inspirasi yang dapat diambil sebagai suri tauladan, hal
ini tidak hanya berlaku untuk prajurit saja, namun juga untuk para pemimpin dan
masyarakat saat ini agar dapat melaksanakan tugas masing-masing dengan baik dan
dapat dipertanggungjawabkan.
B.
Cerita Serat Tripama
Serat tripama (tiga suri tauladhan) menurut KGPAA Mangkunegara IV (1809-1881) di Surakarta, ditulis dalam bentuk tembang dhandhanggula jumlahnya ada tujuh bait dan menceritakan Patih Suwanda (Bambang Sumantri), Kumbakarna, dan Suryaputra (Adipati Karna). Alasan memilih ketiga tokoh diatas adalah mereka mempunyai sifat yang baik dan ksatria serta berjiwa nasional dan patriotisme terhadap tanah kelahiran mereka masing-masing. Pada umumnya serat tripama ini berwujud nasihat/pepatah mengenai nilai-nilai teladan yang baik dari ketiga tokoh tersebut.
Bambang Sumantri
Bambang Sumantri adalah patih (pengawal setia) dari Prabu Harjunasasrabahu dari Kerajaan Maespati yang dijuluki sebagai Patih Suwanda. Patih Suwanda merupakan orang yang sangat dipercaya karena pemberani dan sakti mandraguna, selain itu ia juga sangat setia kepada Prabu Maespati walaupun pada akhirnya mati pada saat perang tanding melawan Dasamuka.
Kumbakarna
Di dalam cerita pewayangan Rama dan Shinta, Kumbakarna adalah adik dari Prabu Dasamuka atau Rahwana yang merupakan Raja Alengka. Kumbakarna memiliki wujud raksasa/buta, namun ia tidak pernah mau/setuju untuk membenarkan tindakan Prabu Dasamuka yang menculik Dewi Shinta. Namun disisi ia tidak cocok dengan kakaknya, ia masih tetap membela Tanah Airnya, yaitu terbukti disaat Kerajaan Alengka diserang oleh musuh. Kumbakarna sanggup mengorbankan nyawanya demi tanah airnya, meski ia sangat benci dengan perbuatan kakaknya yang tidak baik. Kumbakarna semata-mata melindungi tanah kelahirannya bukan untuk membela dari hasil perbuatan kakaknya yang jahat itu (Rahwana).
Adipati Karna
Adipati Karna adalah salah satu tokoh dalam cerita pewayangan Mahabharata. Ia sebenarnya adalah kakak tertua dari 5 Pandawa yang berperan sebagai tokoh protagonis. Namun karena tidak adanya ketahuan tentang siapa dirinya yang sebenarnya, ia malah memihak musuh dari Pandawa, yaitu Kurawa, terutama untuk membalas budi atas segala apa yang diberikan oleh Prabu Duryudhana. Meski pada akhirnya ia mengetahui siapa dia sebenarnya, Karna masih tetap memihak kepada Prabu Duryudhana karena ia sudah berjanji untuk melindungi Duryudhana, sekaligus menjunjung tinggi arti persahabatan dan kesetiannya kepada orang yang sudah membantu hidup dan penghidupan yang layak.
Serat tipama dhandhanggula tersusun dari 7 bait. Bait
pertama dan kedua menceritakan kisah Patih Suwanda, bait ketiga dan keempat
menceritakan kisah Kumbakarna, kemudian bait kelima dan keenam menceritakan
kisah Adipati Karna, serta memiliki kesimpulan dan penutup pada bait ketujuh.
1). Bait Pertama dan Kedua
Bait pertama dan kedua mengisahkan Bambang sumantri yang dijuluki Patih Suwanda. Patih Suwanda merupakan patih dari Raja Maespati yaitu Arjuna Sasrabahu. Ia adalah seorang teladan yang sangat setia dan teguh dalam melaksanakan kewajiban yang diperintahkan kepadanya untuk membawa Putri Citrangada dan 800 orang pengiring.
Bait ketiga dan keempat mengisahkan salah satu raksasa bernama Kumbakarna yang merupakan adik dari Raja Alengka yaitu Dasamuka (Rahwana). Kumbakarna merupakan sosok raksasa yang mempunyai watak kstria dan setia kepada negaranya. Hal ini bertentangan dengan sifat kakaknya yang angkuh dan semena-mena.
3). Bait Kelima dan Keenam
Bait kelima dan keenam mengisahkan Raja Suryaputera atau Raja Karna dari Angga. Karna dikenal tidak terlalu berbakti pada mertuanya Prabu Salya, apalagi saat Ibu kandungnya, Dewi Kunthi meminta dirinya untuk kembali ke Pandawa, membantu adik-adiknya dalam perang Baratayudha. Saat itu Karna menolak karena telah terikat janji untuk selalu membela musuh Pandawa, yaitu Kurawa. Alasannya karena Duryudhana telah mengangkat derajatnya dari seorang anak kusir menjadi Raja di Angga. Sehingga kesetiannya akan terus ia perjuangkan selama ia masih hidup dan bernafas.
4). Bait Ketujuh
Bait ketujuh menjelaskan bahwa ketiga tokoh tersebut pantas dicontoh, yang perlu dicontoh adalah sifat berbakti dan sifat teladannya untuk memunculkan watak utama dan mulia.
5). Makna Folosofi Serat Tripama
Bait
|
Syair Tembang Dhandhanggula
|
Arti Tembang Dhandhanggula
|
I
|
Yogyanira kang para prajurit
Lamun bisa samya anulada
Kadya nguni caritane
Andelira sang Prabu
Sasrabau ing Maespati
Aran Patih Suwanda
Lalabuhaniipun
Kang hinelung triprakara
Guna kaya purunne kang dinantepi
Nuhoni trah utama
|
Seyogyanya para prajurit
Jika semuanya dapat meniru
Seperti masa dahulu
Tentang andalan sang Prabu
Sasrabau di Maespati
Bernama Patih Suwanda
Jasa-jasanya
Yang dipadukan dalam tiga hal
Pandai mampu dan berani (itulah) yang ditekuninya
Menepati sifat keturunan orang utama
|
II
|
Lire lalabuhan tri parkawis
Guna bisa saniskareng karya
Binudi dadi unggule
Kaya sayektenipun
Duk bantu prang Manggada Nagri
Amboyong Putri Dhomas
Katur ratunipun
Purunne sampun tetela
Aprang tandhing lan ditya Ngalengka aji
Suwanda mati ngrana
|
Arti jasa bakti 3 macam itu
Pandai didalam segala pekerjaan
Diusahakan memenangkannya
Seperti kenyataannya
Saat membantu perang Manggada
Memboyong 800 orang puteri
Dipersembahkan kepada rajanya
Tentang keberanian sudah jelas
Perang tanding melawan Raja Raksasa Ngalengka
Patih Suwanda mati dalam perang
|
III
|
Wonten malih tuladhan prayogi
Satriya gung Nagari Ngalengka
Sang Kumbakarna namane
Tur iku warna diyu
Suprandene nggayuh utami
Duk awit prang Ngalengka
Dennya darbe atur
Mring raka amrih raharja
Dasamuka tan keguh ing atur yekti
De mung mungsuh wanara
|
Ada lagi teladan baik
Satria Agung Ngalengka
Sang Kumbakarna namanya
Padahal ia adalah raksasa
Namun berusaha meraih keutamaan
Sejak perang Ngalengka
Ia mengajukan pendapat
Kepada kakaknya agar selamat
Dasamuka tak tergoyahkan oleh teguran baik
Karena hanya melawan kera
|
IV
|
Kumbakarna kinen mangsah prajurit
Mring kang rak sira tan lenggana
Nggluguhi kesatriyane
Ing tekad datan purun
Amung cipta labih nagari.
Lan nolih yayahrena
Myang luluhuripun
Wus mukti aneng Ngalengka
Mangke arsa rinusak ing bala kali
Punagi mati ngrana
|
Kumbakarna diperintah maju perang
Oleh kakaknya dan tidak menolak
Menepati hakekat kesatriaannya
Dalam tekadnya ia tidak mau
Hanya untuk membela negara
Dan mengangkat ayah ibunya
Dan leluhurnya
Hidup bahagia di Ngalengka
Sekarang akan dirusak oleh kera
Kumbakarna berumpah mati dalam perang
|
V
|
Wonten malih kinarya palupi
Suryaputra Narpati Ngawangga
Lan Pandhawa tur kadange
Len yayah tunggil ibu
Suwita mring Sri Kurupati
Aneng Nagari Ngastina
Kinarya gul-agul
Manggala golonganing prang
Bratayuda ing adegkan senapati
Ngalaga ing Korawa
|
Baik pula untuk teladan
Suryaputera Raja Ngawangga
Pandawa adalah saudaranya
Lain ayah tunggal ibu
Mengabdi kepada Sri Kurupati
Di Negara Ngastina
Dijadikan andalan
Panglima perang baratayudha
Ia diangkat menjadi senapati
Perang di pihak Korawa
|
VI
|
Minungsuhken kadange pribadi
Aprang tandhing lan sang Danajaya
Sri Karna suka manahe
Dene sira pikantuk
Marga dennya arsa melas asih
Ira sang Duryudhana
Marmanta Kalangkung
Dennya ngetog kasudiran
Aprang rame Karna mati jinemparing
Sembaga wirotama
|
Dihadapkan pada saudara sendiri
Perang tandhing melawan Danajaya
Sri Karna suka hatinya
Karena ia memperoleh
Jalan untuk membalas cinta kasih
Sang Duryudhana
Maka ia dengan sangat
Mencurahkan segala keberaniannya
Perang ramai Karna mati terpanah
Akhirnya mashur sebagai perwira utama
|
VII
|
Katri magka sudarsaning Jawi
Pantes lamun sagung pra prawira
Amirita sakadare
Ing lalabuhanipun
Aja kongsi mbuwang palupi
Manawa tibeng nistha
Ing esthinipun
Sanadyan tekading buta
Tan prabeda budi papnduming dumadi
Marsudi ing kotaman
|
Ketiganya sebagai teladan orang Jawa
Sepantasnyalah semua para perwira
Mengambil teladan seperlunya
Mengenai jasa-bakti-nya
Jangan sampai membuang teladan
Kalau-kalu jatuh hina
Rendah cita-citanya
Meskipun tekad raksasa
Berbeda usaha menurut takdirnya sebagai makhluk
Berusaha meraih keutamaan
|
1). Bait Pertama dan Kedua
Bait pertama dan kedua mengisahkan Bambang sumantri yang dijuluki Patih Suwanda. Patih Suwanda merupakan patih dari Raja Maespati yaitu Arjuna Sasrabahu. Ia adalah seorang teladan yang sangat setia dan teguh dalam melaksanakan kewajiban yang diperintahkan kepadanya untuk membawa Putri Citrangada dan 800 orang pengiring.
Dari syair tersebut, kita dapat menyimpulkan tiga sifat keprajuritan Patih Suwanda, antara lain yaitu :
- Guna : ahli, pandai dan terampil dan mengabdi kepada Bangsa dan negara.
- Kaya : waktu Patih Suwanda diutus oleh Raja Arjuna Sasrabahu, ia pulang dengan membawa hasil rampasan perang. Hasil rampasan tersebut tidak digunakan untuk keperluan pribadi, namun untuk kesejahteraan Bangsa dan Negara Maespati.
- Purun : pemberani, Patih Suwanda selalu berani dalam setiap hal dan pertarungan.
Bait ketiga dan keempat mengisahkan salah satu raksasa bernama Kumbakarna yang merupakan adik dari Raja Alengka yaitu Dasamuka (Rahwana). Kumbakarna merupakan sosok raksasa yang mempunyai watak kstria dan setia kepada negaranya. Hal ini bertentangan dengan sifat kakaknya yang angkuh dan semena-mena.
Disaat Alengka diserang oleh tentara kera, Kumbakarna maju perang dengan gigihnya bukan untuk membela kakaknya yang salah karena telah menculik Dewi Shinta, akan tetapi sebagai seorang ksatria yang sanggup mengorbankan jiwa dan raga untuk tanah kelahirannya, sekaligus warisan dari para leluhur. Banyaknya pasukan kera akhirnya membuat Kumbakarna guguur dalam medan pertempuran.
Bait kelima dan keenam mengisahkan Raja Suryaputera atau Raja Karna dari Angga. Karna dikenal tidak terlalu berbakti pada mertuanya Prabu Salya, apalagi saat Ibu kandungnya, Dewi Kunthi meminta dirinya untuk kembali ke Pandawa, membantu adik-adiknya dalam perang Baratayudha. Saat itu Karna menolak karena telah terikat janji untuk selalu membela musuh Pandawa, yaitu Kurawa. Alasannya karena Duryudhana telah mengangkat derajatnya dari seorang anak kusir menjadi Raja di Angga. Sehingga kesetiannya akan terus ia perjuangkan selama ia masih hidup dan bernafas.
4). Bait Ketujuh
Bait ketujuh menjelaskan bahwa ketiga tokoh tersebut pantas dicontoh, yang perlu dicontoh adalah sifat berbakti dan sifat teladannya untuk memunculkan watak utama dan mulia.
5). Makna Folosofi Serat Tripama
- Serat tripama berisi konsep bela negara secara terperinci dalam syairnya.
- Ajaran tentang bab kecintaan membela bangsa dan negara.
- Kepentingan bangsa dan negara harus diutamakan diatas kepentingan pribadi.